Salah satu komoditi tambang populer di Indonesia adalah nikel karena Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia. Menurut data ESDM tahun 2019, cadangan nikel di dunia sebesar 139 juta ton Ni sedangkan cadangan nikel di Indonesia sebesar 72 juta ton Ni, artinya Indonesia memiliki 52% cadangan nikel di dunia. Cadangan ini diprediksi dapat memenuhi kebutuhan nasional hingga tahun 2047 (dengan teknologi permurnian pyrometalurgi). Sebaran nikel di Indonesia banyak ditemukan di Pulau Sulawesi dan Pulau Maluku. Oleh karena itu banyak lahan tambang nikel terpusat di dua pulau tersebut.
Pemanfaatkan nikel didominasi untuk pembuatan stainless steel. Selain itu nikel juga digunakan untuk baterai kendaraan listrik, casting, platting, alloy, hingga katalis industri. Nikel diproduksi menjadi tiga produk utama yaitu feronikel (FeNi), nickel pig iron (NPI), dan nickel matte. Para pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan KK (Kotrak Karya) nikel lalu menjual hasil galian ke puluhan smelter yang beroperasi di Indonesia. Tercatat ada sekitar 190 proyek smelter nikel di Indonesia, 120 smelter diantaranya masih dalam tahap konstruksi, 16 smelter dalam tahap perencanaan, dan 54 smelter sudah beroperasi. Negara investor smelter di Indonesia didominasi oleh negara Cina. Tujuan utama ekspor nikel dari Indonesia juga dikuasai oleh Cina. Pemerintah telah melarang pengeksporan langsung bijih nikel tanpa adanya proses hilirisasi (Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019). Hilirisasi dilakukan untuk menambah nilai jual produk nikel yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta lapangan pekerjaan. Namun begitu, hilirisasi di lapangan ditinjau masih mengalami banyak rintangan, antara lain penolakan internasional, dampak lingkungan, masalah sosial, kurangnya tenaga ahli, dan persaingan internasional.