Berikut adalah kumpulan fakta yang penulis rangkum dari berbagai sumber mengenai PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Indonesia
- PLTN bukan merupakan EBT (Energi Baru Terbarukan) karena PLTN menggunakan bahan bakar uranium dan thorium yang merupakan bahan tambang dengan jumlah terbatas. Berbeda dengan PLTB, PLTA, PLTS, dan PLTP yang jumlahnya melimpah dan tidak akan habis
- PLTN menghasilkan bahan radioaktif yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan (menyebabkan kanker, kerusakan organ, kontaminasi air dan tanah). Risiko kecelakaan reaktor juga bisa dibilang tinggi meskipun telah dilengkapi dengan sistem keamanan yang tinggi
- Emisi dari PLTN lebih tinggi dari emisi EBT tetapi lebih rendah dari energi tak terbarukan lainnya. Namun demikian, PLTN masih tergolong energi bersih
- Biaya penyimpanan limbah permanen radioaktif (limbah radioaktif tingkat tinggi, menengah, dan rendah) cukup tinggi, mulai dari konstruksi hingga operasional
- Meskipun demikian, usia PLTN dapat mencapai 60-80 tahun. Lebih panjang dari usia PLTU. Banyak yang mengatakan bahwa biaya operasional PLTN lebih rendah dibanding biaya operasional pembangkit listrik tenaga fosil tetapi lebih tinggi dari EBT. Output energi PLTN juga lebih besar dibanding pembangkit listrik tenaga fosil dan EBT dengan jumlah bahan bakar yang sama
- Pengembangan teknologi nuklir di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Presiden Soekarno. Pada tahun 1954, Soekarno membentuk panitia yang bertugas untuk meneliti dampak radioaktif dan penelitian awal terkait pemanfaatan nuklir
- PLTN belum ada di Indonesia hingga tahun 2025. Meskipun begitu ada rencana pendirian PLTN pertama yang akan mulai beroperasi di tahun 2030-2032 sehingga tahun 2025-2029 harusnya sudah ada persiapan regulasi dan kelembagaan PLTN
- Cadangan uranium sebagai bahan bakar PLTN di Indonesia mencapai 81 ribu ton sesuai hasil pemetaan BATAN (Badan Teknologi Nuklir Nasional) dan tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sedangkan cadangan thorium mencapai 140 ribu ton dan banyak ditemukan di Bangka Belitung, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Thorium memberikan energi jauh lebih besar dibandingkan uranium dengan jumlah yang sama karena densitas thorium lebih besar dari uranium. Untuk menghasilkan 1000 MWH per tahun dibutuhkan 27 ton uranium
- Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ditetapkan bahwa kontribusi energi nuklir dalam bauran energi nasional bisa mencapai 4 hingga 5 persen pada tahun 2050
- Lembaga yang bertanggung jawab atas perkembangan dan pengawasan PLTN di Indonesia anatara lain BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), Kementerian ESDM, PT. PLN, BATAN, PT. Inuki (Industri Nuklir Indonesia), dan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO)
- Beberapa syarat untuk menjadi lokasi PLTN di Indonesia yaitu memiliki stabilitas geologi karena reaktor nuklir sangat besar dan berat; memiliki ketersediaan sumber air pendingin yang memadai. Lokasi bisa dekat sungai, danau, atau laut; memiliki topografi yang aman, jauh dari banjir, tanah longsor, tsunami dan jauh dari pemukiman penduduk. Berikut adalah lokasi yang dikaji menjadi PLTN pertama di Indonesia: Pantai Gosong, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat dan Pulau Gelasa, Bangka Belitung dengan kapasitas masing-masing 250 MW. Reaktor yang dipilih adalah Small Modular Reactor (SMR) yang bisa dibangun lebih cepat
- Negara yang ingin mendirikan PLTN harus mematuhi regulasi dan standar dari IAEA (International Atomic Energy Agency). Negara perlu mendapatkan pengakuan program energi nuklir dan mendapatkan pengawasan dari IAEA
- ThorCon Power Indonesia (anak perusahaan milik Amerika Serikat) disebut-sebut perusahan yang akan mendirikan PLTN pertama di Bangka Belitung. Selain itu, negara lain yang tertarik berinvestasi PLTN di Indonesia antara lain Rusia, Kanada, Inggris, Perancis, dan Kanada.
Beberapa negara yang memiliki PLTN di dunia antara lain Amerika Serikat, Perancis, Rusia, dan Cina. Dalam 10 tahun belakang belum ada lagi kecelakaan besar PLTN yang terjadi di dunia. Kecelakaan terakhir terjadi di PLTN Fukushima Daiichi, Jepang, tahun 2011 yang menjadikannya salah satu bencana nuklir paling fenomenal di dunia. Berdasarkan hal ini, penulis berkesimpulan bahwa PLTN sebenarnya cukup aman dilakukan, tetapi bila terjadi kesalahan, akan dapat berakibat fatal yang berdampak luas. Hal ini membuat penulis setuju bila PLTN dijadikan pilihan terakhir pembangkit listrik di Indonesia.
Study on the Development of 35,000 Mw POWER PLANT in Indonesia 2015-2019